Kolonel (Purn) Jacques Baud selama bertahun tahun, dari Mali, Rwanda, Afghanistan, hingga Ukraina bekerja untuk PBB demi menjaga perdamaian. Perwira intelijen Swiss itu mempertaruhkan hidupnya untuk tugas tugas itu. Ia kini menulis fakta di balik konflik Rusia Ukraina, yang bisa menyeret Eropa ke peperangan besar. Artikel Jacques Baud dipublikasikan di situs awal bulan lalu. Ini situs majalah yang peduli pada kampanye perdamaian keamanan dunia.
Baud secara rinci dan runtut membeberkan sebab musabab mengapa Rusia menggelar operasi militer khusus ke Rusia. Ia juga menggambarkan apa sikap dan agenda agenda politik militer negara barat, jauh sebelum Rusia memulai serangan ke Ukraina pada 24 Februari 2022. Baud menegaskan, pendapatnya bukan bermaksud membenarkan peperangan. Ia ingin public memahami apa yang sebenarnya terjadi antara Rusia dan Ukraina.
“Ini bukan masalah membenarkan perang, tetapi memahami apa yang membawa kita ke sana,” kata Baud di awal tulisannya. Berikut ini artikel yang ditulis Jacques Baud yang telah dialihbahasakan ke versi Inggris, dan disajikan di dalam versi Indonesia. Saya perhatikan "para ahli" yang secara bergantian tampil di televisi menganalisis situasi berdasarkan informasi yang meragukan.
Paling sering hipotesis yang dibuat sebagai fakta—dan kemudian kita tidak lagi berhasil memahami apa yang sedang terjadi. Ini adalah bagaimana kepanikan diciptakan. Masalahnya bukanlah untuk mengetahui siapa yang benar dalam konflik ini, tetapi untuk mempertanyakan cara para pemimpin kita membuat keputusan. Coba kita telaah akar konfliknya. Dimulai dari mereka yang selama 8 tahun terakhir berbicara tentang “separatis” atau “independen” dari Donbass.
Ini tidak benar. Referendum yang dilakukan Republik Donetsk dan Lugansk yang memproklamirkan diri pada Mei 2014, bukanlah referendum "kemerdekaan" (независимость). Ini telah secar salah diklaim beberapa jurnalis yang tidak bermoral. Tapi referendum "penentuan nasib sendiri" atau "otonomi" (самостоятельность ). Kualifikasi "pro Rusia" menunjukkan Rusia adalah pihak dalam konflik, yang tidak terjadi, dan istilah "penutur Rusia" akan lebih jujur.
Selain itu, referendum ini dilakukan bertentangan saran Vladimir Putin. Sebenarnya, kedua republik ini tidak berusaha memisahkan diri dari Ukraina. Mereka ingin memiliki status otonomi, menjamin mereka menggunakan bahasa Rusia sebagai bahasa resmi. Untuk tindakan legislatif pertama pemerintah baru yang dihasilkan dari penggulingan Presiden Yanukovych, pada 23 Februari 2014, UU Kivalov Kolesnichenko 2012 yang menjadikan bahasa Rusia sebagai bahasa resmi, dihapuskan.
Ini seperti memutuskan bahasa Prancis dan Italia tidak lagi menjadi bahasa resmi di Swiss. Keputusan ini menyebabkan badai dalam komunitas penduduk berbahasa Rusia. Hasilnya adalah represi sengit terhadap wilayah berbahasa Rusia (Odessa, Dnepropetrovsk, Kharkov, Lugansk dan Donetsk) yang dilakukan mulai Februari 2014. Ini memicu militerisasi situasi dan aksi pembantaian (paling menonjol di Odessa dan Marioupol).
Pada akhir musim panas 2014, hanya Republik Donetsk dan Lugansk yang memproklamirkan diri. Pada tahap ini, staf umum militer Ukraina menaklukkan musuh tanpa berhasil menang karena terlalu kaku dan asyik dengan pendekatan doktriner seni operasi. Pemeriksaan jalannya pertempuran pada 2014 2016 di Donbass menunjukkan staf umum Ukraina secara sistematis dan mekanis menerapkan skema operasi yang sama.
Namun, perlawanan yang pemeberontak sangat mirip dengan apa yang kami amati di Sahel: operasi yang sangat mobile dilakukan dengan cara yang ringan. Dengan pendekatan yang lebih fleksibel dan kurang doktriner, para pemberontak mampu memanfaatkan kelambanan pasukan Ukraina untuk berulang kali “menjebak” mereka. Pada 2014, ketika saya berada di NATO, saya bertanggung jawab atas perang melawan proliferasi senjata ringan, dan kami mencoba mendeteksi pengiriman senjata Rusia ke pemberontak, untuk melihat apakah Moskow terlibat.
Informasi yang kami terima kemudian datang hampir seluruhnya dari dinas intelijen Polandia dan tidak “sesuai” dengan informasi yang berasal dari OSCE. Tidak ada pengiriman senjata dan peralatan militer dari Rusia. Pemberontak dipersenjatai berkat pembelotan unit Ukraina berbahasa Rusia yang menyeberang ke pihak pemberontak. Ketika kegagalan Ukraina berlanjut, batalyon tank, artileri dan anti pesawat menjadi berlipat ganda di kelompok Donetsk dan Luhansk.
Inilah yang lantas mendorong Ukraina mencoba berkomitmen ke Perjanjian Minsk 2014. Ini perjanjian pertama yang menjadi solusi politik konflik Donbass. Tetapi setelah menandatangani Perjanjian Minsk 1, Presiden Ukraina Petro Poroshenko meluncurkan operasi anti teroris besar besaran (ATO/Антитерористична операція) terhadap Donbass. Tapi Ukraina menderita kekalahan telak di Debaltsevo, yang memaksa mereka terlibat kembali ke Perjanjian Minsk 2.
Penting untuk diingat di sini Perjanjian Minsk 1 (September 2014) dan Minsk 2 (Februari 2015) tidak mengatur pemisahan atau kemerdekaan Republik, tetapi otonomi mereka dalam kerangka Ukraina. Mereka yang telah membaca isi perjanjian akan mencatat tertulis dalam semua surat status republik harus dinegosiasikan antara Kiev dan perwakilan republik, untuk solusi internal ke Ukraina. Itu sebabnya sejak 2014, Rusia secara sistematis menuntut penerapannya sambil menolak untuk menjadi pihak dalam negosiasi, karena itu adalah masalah internal Ukraina.
Di sisi lain, barat—dipimpin Prancis—secara sistematis mencoba mengganti Perjanjian Minsk dengan “format Normandia”, yang mempertemukan Rusia dan Ukraina. Namun, mari kita ingat tidak pernah ada pasukan Rusia di Donbass sebelum 23 24 Februari 2022. Selain itu, pengamat OSCE tidak pernah mengamati sedikit pun unit Rusia yang beroperasi di Donbass. Misalnya, peta intelijen AS yang diterbitkan oleh Washington Post pada 3 Desember 2021 tidak menunjukkan pasukan Rusia di Donbass.
Pada Oktober 2015, Vasyl Hrytsak, Direktur Dinas Rahasia Ukraina (SBU), mengakui hanya 56 petempur Rusia teramati ada di Donbass. Ini persis sebanding dengan Swiss yang pergi berperang di Bosnia pada akhir pekan, pada 1990 an, atau Prancis yang pergi berperang di Ukraina hari ini. Tentara Ukraina saat itu dalam keadaan yang menyedihkan. Pada Oktober 2018, setelah empat tahun perang.
Jaksa militer Ukraina, Anatoly Matios, menyatakan Ukraina kehilangan 2.700 orang di Donbass: 891 karena sakit, 318 karena kecelakaan di jalan, 177 karena kecelakaan lain. Sebanyak 175 tewas karena keracunan (alkohol, narkoba), 172 laka senjata, 101 melanggar peraturan keamanan, 228 dari pembunuhan dan 615 bunuh diri. Bahkan, tentara digerogoti masalah korupsi di internal, dan tidak lagi menikmati dukungan rakyat.
Menurut laporan British Home Office, saat mobilisasi pasukan cadangan Maret/April 2014, 70 persen tidak muncul untuk sesi pertama. Sebanyak 80 persen muncul di sesi kedua, 90 persen sesi ketiga, dan 95 persen untuk sesi keempat. Pada Oktober/November 2017, 70 persen wajib militer tidak muncul untuk operasi “Musim Gugur 2017”. Ini belum termasuk kasus bunuh diri dan desersi, yang mencapai hingga 30 persen tenaga kerja di wilayah ATO.
Pemuda Ukraina menolak untuk pergi dan berperang di Donbass dan lebih memilih emigrasi, yang juga menjelaskan, setidaknya sebagian, defisit demografis negara tersebut. Kementerian Pertahanan Ukraina kemudian beralih ke NATO supaya membantu membuat angkatan bersenjatanya lebih “menarik.” Setelah mengerjakan proyek serupa dalam kerangka PBB, saya diminta NATO untuk berpartisipasi dalam program untuk memulihkan citra angkatan bersenjata Ukraina.
Tapi ini adalah proses jangka Panjang, sementara Ukraina ingin bergerak cepat. Jadi, untuk mengimbangi kekurangan tentara, pemerintah Ukraina menggunakan milisi paramiliter. Mereka pada dasarnya terdiri dari tentara bayaran asing, seringkali militan sayap kanan ekstrem. Data yang dikutip kantor berita Reuters, pada 2020, mereka membentuk sekitar 40 persen pasukan Ukraina. Jumlahnya sekitar 102.000 orang. Mereka dipersenjatai, dibiayai, dan dilatih AS, Inggris Raya, Kanada, dan Prancis. Ada lebih dari 19 negara—termasuk Swiss.
Negara negara barat dengan demikian jelas telah menciptakan dan mendukung milisi sayap kanan Ukraina. Pada Oktober 2021, Jerusalem Post membunyikan alarm dengan mencela proyek Centuria. Milisi ini telah beroperasi di Donbass sejak 2014, dengan dukungan barat. Bahkan jika seseorang berdebat tentang istilah “Nazi”, faktanya tetap milisi ini kejam, menyampaikan ideologi yang memuakkan dan sangat anti Semit.
Anti Semitisme mereka lebih bersifat budaya daripada politik, itulah sebabnya istilah "Nazi" tidak terlalu tepat. Kebencian mereka terhadap orang Yahudi berasal dari kelaparan besar 1920 an dan 1930 an di Ukraina, akibat penyitaan tanaman oleh Stalin untuk membiayai modernisasi Tentara Merah. Genosida ini—di Ukraina dikenal sebagai Holodomor—dilakukan oleh NKVD (pendahulu KGB), yang elite kepemimpinannya sebagian besar terdiri dari orang Yahudi.
Inilah sebabnya, hari ini, ekstremis Ukraina meminta Israel meminta maaf atas kejahatan komunisme, seperti yang dicatat Jerusalem Post. Milisi ini, yang berasal dari kelompok sayap kanan yang menggerakan revolusi Euromaidan pada tahun 2014, terdiri dari individu individu yang fanatik dan brutal. Paling terkenal adalah Resimen Azov, yang lambangnya mengingatkan pada Divisi Panzer SS Das Reich ke 2.
Divisi ini dihormati di Ukraina karena membebaskan Kharkov dari Soviet pada 1943, sebelum melakukan pembantaian Oradour sur Glane 1944 di Perancis. Di antara tokoh terkenal resimen Azov adalah Roman Protassevitch, ditangkap pada 2021 oleh otoritas Belarusia menyusul kasus penerbangan RyanAir FR4978. Pada 23 Mei 2021, pembajakan yang disengaja atas sebuah pesawat oleh MiG 29—seharusnya atas persetujuan Putin—disebutkan sebagai alasan menangkap Protassevich.
Informasi yang tersedia pada saat itu tidak mengkonfirmasi skenario ini sama sekali. Dicitrakan Presiden Lukashenko adalah preman dan Protassevich “wartawan” yang mencintai demokrasi. Namun, penyelidikan yang agak terbuka yang dihasilkan sebuah LSM AS pada 2020 menyoroti kegiatan militan sayap kanan Protassevitch. Gerakan konspirasi barat kemudian dimulai, dan media yang tidak bermoral "menyikat" biografinya.
Akhirnya, pada Januari 2022, laporan ICAO diterbitkan dan menunjukkan meskipun ada beberapa kesalahan prosedural, Belarus bertindak sesuai aturan yang berlaku. MiG 29 lepas landas 15 menit setelah pilot RyanAir memutuskan untuk mendarat di Minsk. Jadi tidak ada plot Belarusia dan apalagi Putin. Detail lainnya: Protassevitch, yang disiksa secara kejam oleh polisi Belarusia, sekarang bebas.
Mereka yang ingin berkorespondensi dengannya, dapat mengunjungi akun Twitter nya. Karakterisasi paramiliter Ukraina sebagai "Nazi" atau "neo Nazi" dianggap sebagai propaganda Rusia. Mungkin. Tapi itu bukan pandangan Times of Israel, Simon Wiesenthal Center atau Pusat Kontraterorisme West Point Academy.
Perdebatan masih berlanjut, karena pada 2014, majalah terkemuka Newsweek, sepertinya lebih mengaitkan mereka dengan… Negara Islam (ISIS). Jadi, barat mendukung dan terus mempersenjatai milisi yang telah bersalah atas berbagai kejahatan terhadap penduduk sipil sejak 2014: pemerkosaan, penyiksaan, dan pembantaian. Sementara pemerintah Swiss sangat cepat ikut menjatuhkan sanksi ke Rusia, ia belum mengambil tindakan apapun terhadap Ukraina, yang telah membantai penduduknya sendiri sejak 2014.
Faktanya, mereka yang membela hak asasi manusia di Ukraina telah lama mengutuk tindakan tersebut. Kelompok kelompok ini, tetapi belum didukung oleh pemerintah Swiss. Karena, pada kenyataannya, kami tidak berusaha membantu Ukraina, tetapi untuk melawan Rusia. Integrasi pasukan paramiliter ini ke dalam Garda Nasional sama sekali tidak disertai “denazifikasi”, seperti yang diklaim beberapa orang.
Di antara banyak contoh, lencana Resimen Azov bersifat instruktif: Pada 2022, secara skematis, Angkatan Bersenjata Ukraina diorganisasikan sebagai; Angkatan Darat, di bawah Kementerian Pertahanan. Ini diatur menjadi 3 korps tentara dan terdiri dari formasi tank, artileri berat, rudal, dll).
Garda Nasional, di bawah kendali Kementerian Dalam Negeri, dan diatur dalam 5 komando teritorial. Garda Nasional karena itu merupakan kekuatan pertahanan territorial, dan bukan bagian tentara Ukraina. Ini termasuk milisi paramiliter, yang disebut "batalyon sukarelawan" (добровольчіатальйоні), juga dikenal dengan nama menggugah "batalyon pembalasan", dan terdiri infanteri.
Mereka terutama dilatih untuk pertempuran perkotaan, mempertahankan kota kota seperti Kharkov, Mariupol, Odessa, Kiev, dan lain lain.